Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 19 Januari 2012

Diposting oleh AENG TASEK

Naskah drama
L o R o n G
Karya Puthut Buchori



Diadaptasi untuk kepentingan pementasan Komunitas Teater Smansa produksi yang kesekiankalinya



BAGIAN SATU
PADA SEBUAH TEMPAT: KUMUH, KOTOR. NAMUN TINGGAL DI TEMPAT TERSEBUT ORANG-ORANG YANG MEMILIKI SEMANGAT HIDUP DENGAN KERJA DAN USAHA.

Lagu orang lorong:
Lorong, Orang orang lorong
Bolong, Rumah kami bolong
Lorong, Orang orang lorong
Kosong, Nasib orang kolong

Kami yang di miskinkan oleh suatu sebab
Terpinggirkan di jurang kekalahan
Kami yang di kalahkan oleh suatu sistem
Tersingkirkan di ladang kami yang telah hilang

Kami yang lahir di tanah air subur makmur
Tapi hidup dan di besarkan di lahan kering kerontang
Tanah kami telah di rampas
Hak hidup entah telah di curi siapa?
Negeriku kaya, aku yang miskin
Bangsaku makmur, hidup kami yang hancur

Dasar Orang orang lorong
Beginilah nasib dan hidup
Yang harus tertindas
Kalah , kalah , kalah

TIBA TIBA SAJA DAERAH KAWASAN KUMUH ITU TERSERANG PENYAKIT ANEH, YANG HAMPIR BELUM PERNAH TERJADI DI DAERAH TERSEBUT. SALAH SEORANG WARGA MENGERANG KESAKITAN.

001. JAMBUL    : (TERIAK KESAKITAN) Aug !!! kergh... aduh ulu hatiku, aduh kepalaku, aduh kakiku. Akh... Aduh.. akankan kematianku datang hari ini.
002. SELIP    : Hus ! Jangan omong ngawur seperti itu, kalo Gusti Allah dengar, kuwalat kamu, bisa dicabut beneran.
003. JAMBUL    : Tetapi ini sungguh sakit, aku tak kuat lagi.
004. GAGE    : Iktiar mas, dedonga biar sakitnya berkurang.
005. ATI    : (SESUDAH AMBIL MINUMAN DI KOLONGNYA) ini minum dulu biar tenang.
006. GAGE    : Iya ini di minum dulu, biar enteng.
ORANG YANG SAKIT MEMINUM AIR YANG DI BERIKAN TETANGGANYA, NAMUN AIR ITU TERASA PANAS DAN MEMUNTAHKANKEMBALI.

007. JAMBUL    : Panas... Panas... racun... racun... (SEMAKIN MENGERANG KESAKITAN)
008. LIK GANDUL    : Wah Kalau ini pasti Ayan !
009. ORANG YANG LAIN    : Hus !
010. LIK GANDUL    : Kalau bukan ayan, pasti kesurupan.
011. SELIP    : Wah bisa jadi. (KEPADA YANG SAKIT) kamu tadi nguntal apa tho? Kok jadi kangsluban ? Kamu tadi dolanan dimana ? kok bisa kesurupan, sadar mas, sadar.....
012. LIK GANDUL    : Sekarang panggilkan mbah karto dukun saja, biar di jampi-jampi.
013. GEMPIL    : Jangan mbah karto dukun, kurang ampuh. Lebih baik lik minah cucunya mbah kartono.
014. SELIP    : Hus ngaco ! Lik minah itu dukun bayi !
015. GEMPIL    : Tapi pas selasa kliwon kemarin, dia juga bisa sembuhkan orang kesurupan.
016. SELIP    : Nggak aja ! dia itu Cuma pura-pura menyembuhkan. Lha wong yang kesurupan waktu itu keponakannya sendiri, dan itu Cuma bohong-bohongan, dia itu Cuma akting menyembuhkan, dan ponakannya pura-pura kesurupan.
017. GEMPIL    : Tetapi mantra-mantra dan rapalannya mantep lho!
018. SELIP    : Ngapusi, Bohong ! itu Cuma ngawur.
019. ATI    : Lha wong saya lihat sendiri kok.
020. LIK GANDUL    : Alah... malah cerigis. Sudah tho sekarang panggil mbah karto.
021. GEMPIL    : Aku tetep nggak setuju kalau mbah karto, Orang nya sudah pikun. Lik minah saja.
022. ATI    : Dasar Wong ngeyel !  Sudah dibilang minah itu dukun bayi ! sudah. Aku aku pergi panggil mbah karto.(HENDAK PERGI)
023. LIK GANDUL    : Sa’karebmu ! aku pergi panggil lik minah ! (HENDAK PERGI)
024. GAGE    : Cukup ! temannya sakit malah ribut diskusi soal dukun.
025. LIK GANDUL, ATI    : Tetapi kita harus panggil dukun.
026. JAMBUL    : (TERIAK LEBIH KERAS) Aku tidak kesurupan. Aduh jantungku, otakku, kupingku, tanganku, semua tambah sakit.
027. GAGE    : Ayo sekarang kita bawa saja ke dokter !
028. JAMBUL    : Jangan ! nggak usah ke dokter. Terlalu mahal harganya... biarlah kutanggung sakit ini, tetapi jangan ke dokter.
029. LIK GANDUL    : Memang kalau akan pergi ke dokter, kita akan bayar pakai apa? Pakai entut ? Dokter itu hanya tempatnya orang-orang kaya saja, orang-orang yang berduit. Menjual gundulmu-pun tak akan cukup untuk ke dokter. Sudah aku panggilkan mbah karto dukun saja.
030. ATI    : (KEPADA ORANG 2) sok sugih kamu, Kita ini bukan siapa-siapa. Nggak bakalan ada yang mau nggratisin kita ke dokter. Meskipun kemarin ada yang koar-koar pengobatan gratis. Sudah sekarang yang pasti-pasti saja, aku panggilkan lik minah.
031. SELIP    : Diskusi maneh. Sudah tho, pokoknya bagaimana sekarang, kawan kita cepat sembuh, dan kita lekas bekerja lagi. Ora obah, ora mamah. Kalau kita nggak kerja mau makan apa kita.

ORANG SAKIT MENGERANG SEMAKIN KERAS KARENA SEMAKIN KESAKITAN, ORANG ORANG SEMAKIN BINGUNG HENDAK MELAKUKAN APA. HINGGA PADA AKHIR DATANG SESEORANG (BU BUNGKUS) YANG BERPAKAIAN AGAK BERSIH DATANG MEMBANTU.

032. BU BUNGKUS    : Walah... walah gusti Allah, ada apa ini, ada apa kok ribut banget. Mas-mas, mbak-mbak ada apa ini.... ? apa butuh pertolongan ?
033. SELIP    : Wah Kami betul-betul kewalahan mas, Kawan saya ini sakit luar biasa, tetapi kami tak dapat berbuat apa-apa.
034. GAGE    : Mau kami bawa ke dokter, tetapi kami tak punya biaya, sebab katanya dokter hanyalah tempat orang kaya.
035. ATI    : Sudah akan kami usahakan memanggil dukun, tetapi kata dia tidak kesurupan.
036. SELIP    : Dengan segala kerendahan diri, dengan tidak menjajikan imbalan apa-apa, kami hanya bisa berharap, dan memohon barangkali saudara dapat membantu kawan kami ini.
037. BU BUNGKUS    : Gampang, jangan kuatir. Sebelum kita bersaudara lebih jauh. Perkenalkan, nama saya BU BUNGKUS, kebetulan saya sedikit memiliki ilmu pengobatan, bersyukur sekali saya pernah dapat anugerah, di percaya untuk berguru pada seorang tabib dari China, sehingga ya beginilah saya yang memiliki sedikit kelebihan tentang pengobatan. Dan masalah biaya jangan dipersoalkan. Pesan dari guru saya, dalam mengobati seseorang, janganlah mengharap imbalan.
038. ORANG-ORANG    : Terima kasih..
039. LIK GANDUL    : Wah andaikan semua dokter juga bisa berbuat seperti itu....
040. BU BUNGKUS    : Sekarang coba kuperiksa, barangkali cocok dengan gaya penyembuhan saya.

KEMUDIAN BU BUNGKUS MEMERIKSA ORANG SAKIT, MENGANALISA DAN MEMBERI OBAT. DAN “AJAIB” ORANG SAKIT LANGSUNG SEMBUH TOTAL.

041. JAMBUL    : Wah ajaib, sembuh total. Saya sekarang tidak merasakan sakit apapun. (KEPADA BU BUNGKUS) terima kasih mas, terima kasih banget.
042. ORANG ORANG    : Terima kasih, terima kasih.
043. BU BUNGKUS    : Sudah.. jangan berlebihan begitu, ini hanya pertolongan kecil.
044. ORANG ORANG    : Tetapi tetep terima kasih, terima kasih.
045. BU BUNGKUS    : Iya, iya..., sekarang lebih baik saudara-saudara kembali bekerja, janganlah buang-buang waktu hanya untuk mengucapkan terima kasih. Saya cukup senang kok membantu saudara-saudara.
046. ORANG ORANG    : Baik, terima kasih, terima kasih.

ORANG ORANG LORONG MULAI BERANGKAT BEKERJA MENINGGALKAN RUMAH LORONG MEREKA.

BU BUNGKUS YANG SEBELUMNYA TAMPAK HALUS BUDI, LEMAH LEMBUT, MULAI TAMPAK SIFAT LICIKNYA.

047. BU BUNGKUS    : Dasar orang-orang goblog, kena tipu BU BUNGKUS kalian. BU BUNGKUS dilawan.

KEMUDIAN BU BUNGKUS MEMANGGIL DUA ORANG : BU PENGEMBANG DAN AJUDANNYA.

048. BU BUNGKUS    : Bagaimana ? Gampangkan?
049. BU PENGEMBANG    : Beres ?
050. BU BUNGKUS    : Beris ! Siapa dulu ? BU BUNGKUS.... Menyelesaikan masalah tanpa masalah, tidak perlu susah-susah datanglah berkah.
051. BU PENGEMBANG    : Bagus... bagus.... Bagus.
052. AJUDAN    : Bagus... bagus... bagus... Bagus juga bu.
053. BU BUNGKUS    : Inilah yang namanya politik balas budi. Jadi BU PENGEMBANG yang terhormat, perlu ibu ketahui bahwa untuk rencana pembebasan tanah lorong ini, saya telah membikin skenario politik balas budi ini. Adapun skenarionya adalah: adegan satu: Sengaja saya sebarkan virus penyakit di daerah lorong ini, yang tentu saja sudah saya siapkan penawarnya. Sejak awal saya yakin kok, kalau orang orang lorong pasti kesulitan dalam pengobatan. Mau ke dokter nggak punya uang, mau ke dukun pasti juga tidak dapat menyembuhkan. Nah pada saat yang tepat itulah, sang BU BUNGKUS datang sebagai pahlawan penyembuan. Dengan begitu orang-orang itu akan sangat berterima kasih kepada saya sebagai dewa mereka, dan sekarang tinggal tunggu balas jasa meraka yang telah menganggap saya sebagai pahlawan.
054. BU PENGEMBANG    : Sip. Indah. Top. Skenario penggusuran tanah rancanganmu memang sip. Seindah tempat tamasya yang hendak kita bangun disini, dan sengetop, ketenaran kita kelah. SIP. INDAH. TOP.
055. AJUDAN    : Sip. Indah. Top. Bagus juga bu.
056. BU BUNGKUS    : Dan sekarang kita akan memainkan adegan dua, dari lima adegan yang telah saya persiapkan.
057. BU PENGEMBANG    : Adegan dua, adegan apa itu ? saya nurut saja, yang penting aku bisa dapat tanah murah di sini.
058. AJUDAN    : Adegan dua ? Bagus juga bu.
059. BU PENGEMBANG    : Adegan dua... ayo ceritakan skenariomu, aku sudah tak tahan menunggu. Apakah adegan ini aku perlu bermain? Aku nurut saja.
060. AJUDAN    : Nurut saja bu? Bagus juga.
061. BU BUNGKUS    : Adegan dua adegan pemilu...
062. BU PENGEMBANG    : Pemilihan umum maksudmu ?
063. BU BUNGKUS    : Bukan. Pemilu adalah pertemuan milik umum. Pada adegan ini ibu sudah mulai jadi aktor. Kita bikin pertemuan antara ibu dengan warga. Sementara itu karna warga di sini telah menganggap saya sebagai pahlawan, warga akan saya provokasi untuk menerima kehadiran ibu. Dan kita yakinkan pada warga bahwa Ibu datang dengan maksud mulia.
064. BU PENGEMBANG    : Setuju... setuju... Bagaimana ajudan ?
065. AJUDAN    : Bagus juga kalau setuju.
066. BU PENGEMBANG    : Terus...? terus..? apa yang aku lakukan di pertemuan itu, langsung menawar tanah-tanah mereka ? langsung membelinya? Atau terus terang kita rampas saja?
067. PRANOTO    : Yang perlu BU PENGEMBANG ingat. Ibu di sini sebagai aktor, “AKTOR”. Jadi Ibu di sini harus akting, “AKTING”. Pura-pura saja Ibu akan membeli dengan harga standar bahkan harga  tinggi, kemudian akan membangun kawasan ini sebagai tempat relkreasi yang indah yang akan membuat harum nama bangsa. Kalau atas nama bangsa mereka pasti percaya bu. Kemudian Ibu janjikan mereka pekerjaan yang layak...
068. PAK PENGMBANG    :Wah.. wah.. apa nggak rugi aku nanti. Membeli tanah dengan harga standar, plus mempekerjakan mereka, padahal mereka tak punya skill apa-apa.... rugi... rugi... bisa melebihi budget....
069. BU BUNGKUS    : Ingat bu, ingat.... ini hanya akting, Ibu hanya aktor. Pura-pura saja bu.
070. AJUDAN    : Pura-pura, bagus juga.
071. BU PENGEMBANG    : Oh iya. Lupa aku. Aktor. Akting , pura-pura....(KEMUDIAN TERTAWA GEMBIRA, BANGGA).
072. BU BUNGKUS    : Nah perkara kita beli dengan harga berapa, kita pekerjakan mereka, atau kita perbudak mereka, atau kita injak-injak gundul mereka, itu nanti kita atur di adegan tiga bu.
073. BU PENGEMBANG    : Oh iya... masih ada adegan tiga.... maaf, sori... sudah kebelet kaya raya, sudah kebelet sukses jadi maunya cepet saja....
074. AJUDAN    : Adegan satu, adegan dua, adegan tiga ? boleh juga.
075. BU BUNGKUS    : Nah, saya kira adegan satu sudah cukup, silahkan Ibu kondur, cuci tangan terus makan, cuci kaki lantas sleeping beauty. Dan nantikan saja kabar selanjutnya. Selamat jalan.

BU PENGEMBANG DAN AJUDANNYA SEGERA MENINGGALKAN TEMPAT KUMUH TERSEBUT. DENGAN SENYUM BANGGA AKAN KEPINTARAN DAN KELICIKANNYA, BU BUNGKUS JUGA MENINGGALKAN TEMPAT TERSEBUT.

SETELAH BU BUNGKUS PERGI, TERNYATA ADA SALAH SEORANG PENGHUNI YANG MENDENGAR DAN MELIHAT SENDIRI AKAL LICIK BU BUNGKUS, PENGHUNI ITU BERNAMA SELIP, MUNCUL DARI SALAH SATU SUDUT KAWASAN KUMUH DAN KOTOR ITU.

076. SELIP    : Kurang ajar, dasar begundal , sundal, kadal mangan sandal. Mentang mentang kami ini orang bodho lantas dibodohi. Kurang asem. Maling, ngaku pulisi. Iblis ngaku malaikat.
BAGIAN 2

HARI TELAH PETANG, MALAM TELAH MENJELANG. ORANG ORANG LORONGPUN TELAH KEMBALI PULANG KE ISTANA KUMUH MEREKA. MENSKIPUN DALAH KEADAAN LELAH SEHARIAN BEKERJA, MEREKA MASIH MEMILIKI RASA MARAH KETIKA SELIP MENCERITAKAN KEJADIAN SESUNGGUHNYA YANG TELAH DI SKENARIO OLEH BU BUNGKUS. ORANG ORANG ITUPUN MENGADAKAN REMBUG KERE .

077. SELIP    : Wah kalau itu sudah sangat terlalu dan bajigur sekali. Kita ajar saja iblis itu.
078. GAGE    : Lha tiwas saya itu sudah percaya je ! sudah saya kira tabib beneran, omongannya meyakinkan, prejengannya wangun, bodinya juga apik tenan.
079. GEMPIL    : Gombal, gombal tenan, gombal mukiyo tenan, iblis, iblis tenan. Huh.. pingin aku remas-remas mukanya. Mentang mentang kita ini orang miskin, trus diperlakukan seenaknya.
080. JAMBUL    : Saya yang lebih kecewa lagi, masak nyawa orang di permainkan, diatur oleh yang kuat, dipenggawe, memang kita ini boneka, saya nggak terima, akan saya lawan, saya hajar mati-matian.
081. LIK GANDUL    : Tunggu dulu, sabar, sareh... marah ya marah, tapi jangan gedubruh gedubrah waton sasak sana sasak sini. Nesu bolah boleh saja tetapi jangan grusa grusu, aja kesusu.
082. JAMBUL    : Lha piye saya harus sabar, saya yang kena tipu, saya yang dipermainkan.
083. LIK GANDUL    : Kita semua kena tipu, kita semua yang di permainkan.
084. JAMBUL    : Tetapi kan aku sing ketiban kuman, kena sakitnya, sakit yang sesungguhnya di sebarkan oleh si brengsek, tempe bosok itu. Emosi aku, marah tenan iki aku.
085. ATI    : Marah ya marah, tetapi mbok ya dengarkan dulu omongan lik Gandul ini. Siapa tahu dia punya cara jitu untuk meluapkan amarahmu.
086. SELIP    : Iya mbul, Bener apa yang dikatakan adimu ini, kita berkumpul disini kan untuk membicarakan langkah selanjutnya, tidak waton emosi begitu.
087. JAMBUL    : Lha marah je, bebas tho.
088. LIK GANDUL    : bebas gundulmu, mbul... jambul ! hei mbul, meski kita marah, kita emosi, nesu, kita sebagai orang yang berbudaya, orang yang punya sopan santun, punya adat yang adiluhung, kita ini masih punya aturan, masih memiliki tata krama tidak waton bebas.
089. JAMBUL    : oalah entut lik !. orang bebas kok dilarang, lha wong mereka saja, orang-orang yang selalu berbudaya, juga setiap hari dengan bebasnya menginjak-nginjak harga diri kita. Mereka yang ngakunya pejabat negara, pemegang kekuasaan, pemegang tampuk pemerintahan, juga dengan bebas membiarkan kita miskin, terinjak-injak, dan banyak orang lagi yang dengan bebas dan cueknya  melupakan kita, anak-anak kita. Mereka rebutan uang, sementara orang seperti kita kelaparan. Tai kucing, tai kucing semua. Gitu kok kita nggak boleh bebas.
090. LIK GANDUL    : Oalah Gusti Allah pangeran. Kok bisa-bisanya kamu bicara seperti itu. Seperti bukan orang beriman saja.
091. SELIP    : Sudah ! Sudah ! lha kok omongannya malah ngalor ngidul ra karuan. Kita kumpul di sini itu kan untuk bicarakan nasib kita.
092. ATI    : Iya sekarang lik Gandul biar ngomong dulu.
093. LIK GANDUL    : Kita di sini memang marah, tidak terima dipermainkan, diperlakukan tidak sewajarnya. Tetapi kita kan tidak tahu maksud apa orang pagi tadi mempermainkan kita, kita tidak tahu tipuan apa yang sesungguhnya.
094. SELIP    : Benar Lik, kita tidak tahu udang di balik batunya.
095. LIK GANDUL    : Nah ! untuk itu, kita telusuri saja dulu maksud-maksud itu. Dan ingat jaman seperti sekarang ini jangan grusa grusu pakai okol, tapi harus pakai akal. Kalau hanya pakai okol  kita pasti mudah di perdaya. Gampang di adu domba.
096. SELIP    : Bener Lik, saya setuju.
097. ATI    : Terus yang akan kita lakukan apa lik ?
098. LIK GANDUL    : Menunggu.
099. JAMBUL    : Alah.. kesuwen lik, dan nggak jelas nunggu apa?
100. ATI    : Kita nunggu apa lik ?
101. GEMPIL    : O.. cah goblok, gitu aja nanya.
102. GAGE    : Memang kita nunggu apa pil ?
103. GEMPIL    : Ya jelas nunggu berubah jadi kaya, kita bisa beli senjata, dan kita rompolkan gigi mereka.
104. GAGE    : wih kok sadis banget pil.
105. ATI    : Hu.. dasar gemil, otak kamu itu juga gempil.
106. LIK GANDUL    : Kita tunggu kedatangannya.
107. ORANG ORANG    : Siapa lik ?
108. LIK GANDUL    : Ya orang yang tadi pagi ngadalin kita.
109. JAMBUL    : Lha kok kamu yakin, justru dia yang akan datang.
110. LIK GANDUL    : Lha sudah jelas-jelas kelihatan tho?
111. GEMPIL    : Mana lik, sebelah mana, saya kok nggak cetho ?
112. ATI    : Oalah Pil, mbok ya nggak usah reko-reko , kecuali utek mata kamu itu juga sudah gempil, sekarang lebih baik kamu diam dan manut saja.
113. GEMPIL    : moh ! nggak demokratis !
114. ATI    : lha kamu itu kalau diajak omongan nggak pernah gathuk.
115. GAGE    : Jaka sembung bawa terompet. Gak nyambung monyet !
116. GEMPIL    : cah cilik melu-melu, tak keplak kowe!
117. GAGE    : Lho sadistis lagi !
118. LIK GANDUL    : Yang kelihatan itu, geliat gelagatnya kadal satu itu. Sudah jelas jelas tadi pagi, kata Selip dia menemui cukong tanah, terus pura-pura dia menolong kita. Biar kita berterima kasih dan manut dengan semua omongan dia.
119. GEMPIL    : Nah kalau dalam sejarah, ketika saya sekolah sampai kelas lima SD dulu, perilaku semacam itu namanya ‘politik balas budi’.
120. ATI    : kok ndengaren kowe pinter pil ?
121. LIK GANDUL    : Mereka ingin bermain, kita ikuti permainnya. Pura-pura saja kita tidak tahu apa-apa, bersikaplah biasa-biasa saja.
122. YANG LAIN    : Akur lik.
123. BU BUNGKUS    : (TIBA-TIBA MUNCUL) Selamat malam saudara-saudaraku tercinta.
124. LIK GANDUL    : Oh selamat malam, silahkan.. silahkan mampir....
125. BU BUNGKUS    : Terima kasih, kebetulan saya lewat, dan saya sempatkan mampir. Bagaimana yang sakit pagi tadi, sudah sembuh ?
126. JAMBUL    : Sukurlah mbak, tidak kambuh lagi.
127. BU BUNGKUS    : Ya baguslah...
128. LIK GANDUL    : Maaf mbak... ?
129. BU BUNGKUS    : BU BUNGKUS, bung-kus....b.u.n.g.k.u.s
130. GEMPIL    : BU BUNGKUS itu calo ya mbak...
131. ATI    : Hus.
132. BU BUNGKUS    : oh bukan, bukan calo, calo itu, perantara, lain dengan BU BUNGKUS.
133. LIK GANDUL    : Ya maaf mbak, tadi pagi kami baru sempat berucap terima kasih, namun belum sempat mengetahui nama mbak.
134. BU BUNGKUS    : Oh tidak apa, toh apa sih artinya sebuah nama.
135. ATI    : Lah penting lho mbak, nama itu doa, seperti saya , nama saya ati biar saya itu jadi orang yang ati-ati, setiti, juga welas asih.
136. BU BUNGKUS    : Yah mungkin begitu juga baik.
137. LIK GANDUL    : Lha kok njanur gunung di sempatkan mampir segala, ada yang bisa kami bantu, sebagai rasa ucapan terima kasih akan kami bantu semampunya.
138. JAMBUL    : Ya, kalau cuma bantuan tenaga, kami masih bisa kok mbak.
139. BU BUNGKUS    : Bukan, kami kesini bukan bermaksud akan merepotkan saudara-saudara di sini kok. Saya hanya ingin berkunjung, silaturahmi. Hanya itu, tidak lebih. (TIBA-TIBA SUARA PONSEL BU BUNGKUS BERBUNYI, DAN DIA MENJAWAB PANGGILAN TERSEBUT)  Oh.. ya... sudah.. beres.. pasti beres kalau ditangan saya, ibu gak usah kuatir.... tidak lama.... paling dalam hitungan hari... iya... terima kasih bu.
140. GEMPIL    : Yang di bawa itu namanya TG
141. GAGE    : Apa itu ?
142. GEMPIL    : Tilpun Gembol.
143. SELIP    : Hus Ngaco... !
144. BU BUNGKUS    : Maaf, sahabat bisnis saya sedang membutuhkan keahlian saya. Oh ya mbak, saya lewat kampung sini, sebenarnya sedang mencari alamat?
145. GEMPIL    : Alamatnya mana mbak, sebagai pemulung yang baik dan benar, saya hapal semua kok daerah disini.
146. SELIP    : Halah Pil sok idih.
147. BU BUNGKUS     : Saya sedang mencari desa yang bernama LOH IJO. Mungkin ada yang tahu, saya sudah mondar mandir kesitu kesini kok tidak ada papan nama desa LOH IJO.
148. LIK GANDUL    : Yah kebetulan, desa kami ini namanya LOH IJO, dan kami memang tidak memasang papan nama, karena memang kecuali kami miskin, toh juga tida ada yang bakal berkepentingan dengan orang-orang semacam kami.
149. PRANTOR    : Oh, kebetulan sekali, kebetulan yang betul-betul tak terduga.
150. LIK GANDUL    : Memang ada kepentingan apa mbak?
151. BU BUNGKUS    : Yah kebetulan ada seorang investor yang tertarik untuk bekerjasama dengan masyarakat desa LOH IJO ini, dan beliau investor ini sangat ingin bertatap muka dan berdiskusi dengan warga di sini.
152. LIK GANDUL    : Kebetulan mbak, kami ini cukup bisa mewakili masyarakat desa LOH IJO ini, Saya sendiri dipercaya untuk koordinir daerah tengah, Jambul kawan saya yang  tadi pagi sakit ini, mengkoordinir kawan-kawan pemulung di selatan, Ati di barat, Selip di timur, jadi bertemu dengan kami,cukup bisa mewakili.
153. BU BUNGKUS    : walah-walah, saya ini kok seperti ketiban ndaru berturut-turut. Lha kalau begitu langsung saja kita bahas. Kebetulan saya yang di percaya untuk penjadwalan.
154. LIK GANDUL    : kalau pertemuan itu bermaksud baik untuk kepentingan semua, ya bolah boleh saja.
155. BU BUNGKUS    : Bagaimana kalo besok?
156. ORANG ORANG    : Besok ?
157. BU BUNGKUS    : Ya lebih cepat lebih baik. Tetapi jangan kuatir, uang penghasilan besok akan kami ganti dua kali lipat, jadi saudara-saudara tidak perlu bekerja dulu.
158. SELIP    : Kalau begitu sih oka oke saja.
159. LIK GANDUL    : Ya kalau memang maunya demikian, tidak masalah.
160. BU BUNGKUS    : Bagus, bagus. Besok jam 9 pagi ya ? Dan saya akan secepatnya mengabari bu investor itu, kalau begitu saya pamit dulu, terima kasih, permisi.(MENINGGALKAN PERKAMPUNGAN ITU) Adegan selanjutnya segera di mulai, skenario berjalan mulus. (PERGI)
161. LIK GANDUL    : Nah benarkan? Pasti ada maunya.
162. ATI    : Pura-pura saja cari alamat, pura-pura ini, itu, ah.. gombal.
163. GEMPIL    : Berarti udangnya sudah muncul dari balik batu.
164. JAMBUL    : Terus sekarang bagaimana lik?
165. LIK GANDUL    : Kita ikuti permainannya, mari kita susun di dalam saja, ntar malah ada mata-matanya.

KEMUDIAN ORANG ORANG LORONG ITU, MASUK DALAM SALAH SATU GUBUK YANG ADA DI SITU.

BAGIAN 3

PAGI HARI, ORANG ORANG LORONG TELAH BERSIAP MENGADAKAN PERTEMUAN DENGAN ROMBONGAN INVESTOR.
ROMBONGANPUN TIBA.

167. LIK GANDUL    : Monggo, silahkan, silahkan duduk, tetapi maaf apa adanya, sebab kami memang tidak memiliki tempat duduk yang layak.
168. BU PENGEMBANG    : Tidak apa-apa, kami kesini memang dengan konsep merakyat, jadi duduk di kursi darurat, tidak masalah.
169. AJUDAN    : Benar bu, tidak masalah.
170. GEMPIL    : (KEPADA KAWANNYA) alah ibu ini seperti pejabat saja, kalau pas perkenanalan sok merakyat, kalau sudah jadi pejabat, nggak bakalan kenal rakyat, melirikpun kagak bakalan.
171. ATI    : Hus.
172. BU PENGEMBANG    : Kami kesini tidak akan sok, sok diatas, sok kuasa, sok kaya, sok-sokan lah.
173. AJUDAN    : Benar bu, Sok-sokan.
174. BU PENGEMBANG    : Kami kesini kan bertujuan mengajak kerja sama, jadi posisi kita sama.
175. LIK GANDUL    : Terima kasih kalau memang ibu sekalian berkehendak demikian. Mungkin bisa langsung kepada pokok persoalan.
176. BU PENGEMBANG    : Begitu lebih bagus. Jadi kami sengaja ke sini untuk kerja sama, adapun kerja sama yang kami tawarkan adalah pengelolaan sebuah tempat pesiar yang elok nan indah dipandang. Tim sukses kami telah berembuk berbulan-bulan tentang proyek ini, yakni akan membangun sebuah taman pesiar yang termegah sepanjang sejarah. Dan setelah lirik sana lirik sini, tanah disinilah yang cocok dengan proyek kami itu. Untuk itu kami akan bekerja sama dengan saudara saudara.
177. LIK GANDUL    : Terus kerja sama yang di ingini ?
178. BU PENGEMBANG    : kami akan beli semua tanah di sini dengan harga yang cocok, kami tidak akan menggusur, tetapi kami akan menempatkan penduduk disini sebagai bagian dari pesiar itu, akan kami rombak, renovasi perkampungan di sini menjadi perkampungan wisata.
179. ATI    : Lantas kami di situ harus bagaimana?
180. GEMPIL    : Apa akan di jadikan pajangan “pameran orang miskin” mungkin ?
181. BU PENGEMBANG    : Bukan, bukan pajangan, tetapi sebagai pekerja.
182. SELIP    : Sebagai pemungut sampah seperti pekerjaan kami sekarang ini?
183. BU PENGEMBANG    : Bukan, bukan. Semua akan kami pekerjakan selayaknya karyawan.
184. GAGE    : Tetapi kami kan tidak memiliki pengalaman dan keahlian?
185. BU PENGEMBANG     : Gampang, gampang itu bisa diatur, bekerja itu tidak membutuhkan keahlian kok, yang penting koneksi. Kami akan atur sedemikian rupa sehingga....
186. JAMBUL    : (SUDAH TIDAK KUAT MENAHAN AMARAHNYA SEJAK TADI) sudahlah bu tidak usah basi basi, tidak usah ekting di depan kami, (MARAH) kami semua disini sudah tahu akal bulus, rencana busuk kalian. Kami sudah mendengar semua tentang rencana penggusuran ini. Jadi ibu ngggak usah basa basi, kerja sama segala, tai kucing. Kami disini tidak akan setuju apapun rencana ibu, hanya tipu-tipu belaka, jadi karyawan, jadi budak sama saja, mau di beli, mau di rampas, mau diambil, dan apapun bahasanya, tetap saja kami ini akan di gusur, di singkirkan, di tendang. Dan saya tau bajingan mana yang turut berperan.
187. BU PENGEMBANG    : Lho kus, kok mereka tau rencana kita ?
188. PRANOTO    : Saya juga tidak tahu bu, aduh kenapa jadi melenceng dari skenario?
189. JAMBUL    : Ibu heran kenapa kami tahu rencana busuk ibu? Karena salah satu warga kami telah mendengar, melihat dengan mata kepala sendiri rembugan ibu dengan saudara BU BUNGKUS ini.
190. BU PENGEMBANG    : Lho Kus....
191. JAMBUL    : BU BUNGKUS, kamu memang begundal, yang tega dengan sesama, dan orang seperti kamu ini pantas mati!
TERJADI KEGADUHAN, JAMBUL TIBA-TIBA MENYERANG BU BUNGKUS.

192. JAMBUL    : (SAMBIL MEMUKULI BU BUNGKUS) Ini biang keladinya.

SUASANA SEMAKIN GADUH, SEBAGIAN ORANG ORANG PUN MEMUKULI BU BUNGKUS, BU PENGEMBANG DAN AJUDANNYA SIBUK MENYELAMATKAN DIRI.
193. BU PENGEMBANG    : Polisi, sekuriti, tentara, FBI, CIA, KGB, PBB, BKIA atau siapa saja, tolong ada keributan. Ayo panggil mereka semua.
194. AJUDAN    : Ya bu saya akan panggil semua itu bu. (SEGERA PERGI)

ORANG ORANG SEMAKIN GANAS MEMUKULI BU BUNGKUS DAN  MENGEJAR AJUDAN, BU PENGEMBANG YANG SELALU BERHASIL LOLOS.
AKHIRNYA BEBERAPA ORANG BERPAKAIAN SERAGAMPUN DENGAN SANGAT ANARKIS MELUMPUHKAN PARA PEMBANGKANG. ORANG ORANG LORONGPUN TETAP SAJA MENJADI ORANG KALAH.

195. ORANG BERSERAGAM    : Mereka sudah dilumpuhkan, laporan selesai.
196. BU PENGEMBANG    : Ya. Bungkam dan Ikat mereka semua, masukkan dalam gubuk mereka masing-masing dan bakar perkampungan ini. Biar terkesan kebakaran.
197. ORANG BERSERAGAM    : Siap bu.
198. AJUDAN    : BU BUNGKUS bagaimana bu ?
199. BU PENGEMBANG    : Biar saja mati membusuk dengan lukanya, biar sekalian jadi makanan anjing liar.
ORANG ORANG LORONG, TERBUNGKAM, TERIKAT, DIBAKAR SEKALIAN RUMAHNYA.

200. LAGU KALAH ORANG ORANG LORONG:
    Orang orang lemah
    Orang orang kalah
    Tak mungkin kami melawan
    Hanya ajal yang terjelang
   
    Orang orang lorong
    Tetap saja kosong
    Tak ada harapan
    Tak pernah ada kepastian
    Kami yang kalah
    Kami yang tersingkir
    Kami yang selalu terpinggir


Selesai
Puthut Buchori 2004
Didedikasikan untuk saudara-saudaraku yang selalu digusur dari kemajuan jaman, disingkirkan dengan alasan apapun.
[mementaskan naskah drama ini harus ada pemberitahuan kepada penulis]



Nama Lengkap Puthut Buchori Ali Marsono, Wates Kulonprogo Yogyakarta. Tinggal di Gowongan Kidul Jt3/412 Yogyakarta, HP. 08179417613, e-mail:masa_teater@yahoo.com

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Agustinus Suharjoko, S.Sn. Alumni Institut Seni Indonesia Yogjakarta (2003) n sekarang jadi pengajar seni budaya di SMAN 1 Kalianget. Menjadi Ketua MGMP Seni Budaya SMA Kabupaten Sumenep,Ketua Lembaga Tanah Kapur(kajian, dokumentasi dan apresiasi budaya Madura), Komite teater DKJT (2008-2013) dan Pengurus FK Metra Propinsi Jawa Timur(2009-2014). Penghargaan Kesenian sebagai Pemuda Pelopor Jatim 2003, Seniman berprestasi tingkat Nasional, Sutradara dan penata artistik beberapa karya seni pertunjukan tingkat Jawa timur dan nasional. Beberapa karya seni pertunjukan ; Alalabang 1 & 2 (2006-2007), san misan (2007), ronjangan pateh (2006), arokat mempe (2008).Ivent yang pernah diikuti Fest. karya tari Indoneia (2006), International Dance Festival (2006), Festival Seni Tradisi Lisan Nusantara (2007), Pawai Keprajuritan Nusantara (2007),Pesta kesenian Bali 2007, Penyaji dan sutradara terbaik Fragmen Budi Pekerti 2006, 2007 dan 2008.Penyaji terbaik Pekan seni Pelajar (teater) 2003,2005 dan 2007. Sekarang membangun komunitas musik perkusi ;Le Gung. Pengembangan pendidikan seni dan Pembina ekskul teater dan cinematografi di SMAN 1 Kalianget.

Eatore