MATERI UAS DAN CONTOH SOAL-SOAL UAS SEMESTER GANJIL KELAS XI
Diposting oleh
AENG TASEK
Jumat, 15 November 2013
BAB 1
Teater
Tradisional Indonesia
1.
Teater Tradisional
Kasim
Achmad dalam bukunya Mengenal Teater
Tradisional di Indonesia (2006) mengatakan, sejarah teater tradisional di
Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda
bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara
ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan
ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada
saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya barumerupakan unsur-unsur teater, dan belum
merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari
kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan
yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Proses
terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi
dari satu daerah dengan daerah lainnya.
Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu
berbeda-beda,tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan
tata-cara di mana teater tradisional lahir. Berikut ini disajikan beberapa
bentuk teater tradisional yang ada di daerah-daerah di Indonesia.
a. Wayang
Wayang
merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan dapat ditelusuri
bagaimana asal muasalnya. Dalam menelusuri sejak kapan ada pertunjukan
wayang di Jawa, dapat kita temukan berbagai prasasti pada Zaman
Raja Jawa, antara lain pada masa Raja Balitung. Pada masa pemerintahan Raja
Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat
pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan
bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang.
Petunjuk
semacam itu juga ditemukan dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha karyaMpu Kanwa, pada Zaman Raja
Airlangga dalam abad ke-11. Oleh karenanya pertunjukan wayang dianggap kesenian
tradisi yang sangat tua. Sedangkan
bentuk wayang pada zaman itu belum jelas tergambar model pementasannya.
Awal mula adanya wayang, yaitu saat
Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun
930. Sang Prabu ingin
mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar yang kemudian dinamakan
Wayang Purwa. Dalam gambaran itu
diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun
lontar. Kemudian berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.
b.
Wayang Wong (wayang orang)
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu
pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah
bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang
dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari
dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang
orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga
pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer.
Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan
pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang
yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak
muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya
sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya
berbentuk drama, tari dan musik.
Wayang
orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional, karena
tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang
bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di Madura,
terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda, karena masih menggunakan
topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang kulit. Sang dalang masih
terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang
ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak
pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam pengertian
semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para pemain memakai
topeng. Para pemain di sini hanya menggerak-gerakan badan atau tangan untuk
mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para pemain harus pandai
menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng dalang. Semua pemain topeng dalang memakai topeng
dan para pemain tidak mengucapkan dialog.
c. Makyong
Makyong
merupakan suatu jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan. Makyong yang
paling tua terdapat di pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada
mulanya kesenian Makyong berupa tarian joget atau ronggeng. Dalam
perkembangannya kemudian dimainkan dengan cerita-cerita rakyat, legenda dan
juga cerita-cerita kerajaan. Makyong
juga digemari oleh para bangsawan dan sultan-sultan, hingga sering dipentaskan
di istana-istana.
Bentuk
teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat umumnya, dipertunjukkan
dengan menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan dialog dengan
membawa cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya. Cerita-cerita
rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau merupakan sumber dari bahasa
Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan akar Makyong berasal dari daerah Riau,
kemudian berkembang dengan baik di daerah lain.
Pementasan
makyong selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang dipukul bertalu-talu sebagai
tanda bahwa ada pertunjukan makyong dan akan segera dimulai. Setelah penonton
berkumpul, kemudian seorang pawang (sesepuh dalam kelompok makyong)
tampil ke tempat pertunjukan melakukan persyaratan sebelum pertunjukan dimulai
yang dinamakan upacara buang bahasa atau upacara membuka tanah dan
berdoa untuk memohon agar pertunjukan dapat berjalan lancar.
d. Randai
Randai merupakan suatu bentuk teater tradisional yang bersifat
kerakyatan yang terdapat di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Sampai saat
ini, randai masih hidup dan bahkan berkembang serta masih digemari oleh
masyarakatnya, terutama di daerah pedesaan atau di kampung-kampung. Teater
tradisional di Minangkabau bertolak dari sastra lisan. begitu juga Randai
bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba”
(dapat diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita.
Ada dua unsur pokok yang
menjadi dasar Randai, yaitu.
1.
Pertama, unsur
penceritaan. Cerita yang disajikan adalah kaba, dan disampaikan lewat gurindam,
dendang dan lagu. Sering
diiringi oleh alat musik tradisional Minang, yaitu salung, rebab, bansi, rebana atau yang lainnya, dan juga lewat
dialog.
2.
Kedua, unsur laku dan
gerak, atau tari, yang dibawakan melalui galombang. Gerak tari yang
digunakan bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai
variasinya dalam kaitannya dengan gaya silat di masing-masing daerah.
e. Mamanda
Daerah
Kalimantan Selatan mempunyai cukup banyak jenis kesenian antara lain yang
paling populer adalah Mamanda, yang merupakan teater tradisional yang bersifat
kerakyatan, yang orang sering
menyebutnya sebagai teater rakyat. Pada
tahun 1897 datang ke Banjarmasin suatu rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka
yang lebih dikenal dengan Komidi Indra
Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan ini sangat besar terhadap
perkembangan teater tradisional di Kalimantan Selatan. Sebelum Mamanda lahir,
telah ada suatu bentuk teater rakyat yang dinamakan BadaMoeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek. Nama teater tersebut berasal dari judul
cerita yaitu Abdoel Moeloek
karangan Saleha.
f. Lenong
Lenong
merupakan teater rakyat Betawi. Apa yang disebut teater tradisional yang ada
pada saat ini, sudah sangat berbeda dan jauh berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat lingkungannya, dibandingkan dengan lenong di zaman dahulu. Kata daerah Betawi, dan bukan Jakarta,
menunjukan bahwa yang dibicarakan adalah teater masa lampau. Pada saat itu, di Jakarta, yang masih bernama
Betawi (orang Belanda menyebutnya: Batavia) terdapat empat jenis teater tradisional yang
disebut topeng Betawi, lenong,
topeng blantek, dan jipeng atau jinong.Pada kenyataannya
keempat teater rakyat tersebut banyak persamaannya. Perbedaan umumnya hanya
pada cerita yang dihidangkan dan musik pengiringnya.
g. Longser
Longser
merupakan jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan dan terdapat di
Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda. Ada beberapa jenis teater rakyat di
daerah etnik Sunda serupa dengan longser, yaitu banjet. Ada lagi di daerah
(terutama, di Banten), yang dinamakan ubrug.
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa longser berasal dari kata melong
(melihat) dan seredet (tergugah). Artinya barang siapa melihat
(menonton) pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan longser sama dengan
pertunjukan kesenian rakyat yang lain, yang bersifat hiburan sederhana, sesuai
dengan sifat kerakyatan, gembira dan jenaka. Sebelum longser lahir, ada
beberapa kesenian yang sejenis dengan Longser, yaitu lengger. Ada lagi yang serupa, dengan penekanan pada tari,
disebut ogel atau doger.
h. Ubrug
Ubrug
merupakan teater tradisional bersifat kerakyatan yang terdapat di daerah
Banten. Ubrug menggunakan bahasa daerah Sunda, campur Jawa dan Melayu, serupa
dengan topeng banjet yang terdapat di daerah Karawang. Ubrug dapat dipentaskan
di mana saja, seperti halnya teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja
untuk hiburan, tetapi juga untuk memeriahkan suatu “hajatan”, atau meramaikan
suatu “perayaan”. Untuk apa saja, yang dilakukan masyarakat, ubrug dapat
diundang tampil.
Cerita-cerita
yang dipentaskan terutama cerita rakyat, sesekali dongeng atau cerita
sejarah Beberapa cerita yang sering
dimainkan ialah Dalem Boncel, Jejaka Pecak, Si Pitung atau Si
Jampang (pahlawan rakyat setempat,
seperti juga di Betawi). Gaya penyajian cerita umumnya dilakukan seperti pada
teater rakyat, menggunakan gaya humor (banyolan), dan sangat karikatural sehingga selalu mencuri perhatian para
penonton.
i. Ketoprak
Ketoprak
merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan
daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat ditemukan ketoprak. Di
daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam
kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.
Pada
mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur
diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang disebut gejogan. Dalam perkembangannya menjadi
suatu bentuk teater rakyat yang lengkap. Ketoprak merupakan salah satu bentuk
teater rakyat yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa sangat
memperoleh perhatian, meskipun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus
diperhitungkan masalah unggah-ungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat
tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu:
1.
Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)
2.
Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih
tinggi)
3.
Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu
untuk tingkat yang tertinggi)
Menggunakan bahasa dalam ketoprak,
yang diperhatikan bukan saja penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga
kehalusan bahasa. Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan
spesifik.
j. Ludruk
Ludruk merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan di
daerah Jawa Timur, berasal dari daerah Jombang. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Dalam perkembangannya ludruk
menyebar ke daerah-daerah sebelah barat seperti karesidenan Madiun, Kediri, dan
sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa Timuran tetap terbawa
meskipun semakin ke barat makin luntur menjadi bahasa Jawa setempat.Peralatan
musik daerah yang digunakan, ialah kendang, cimplung, jidor dan gambang dan
sering ditambah tergantung pada kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut.
Dan lagu-lagu (gending) yang digunakan, yaitu Parianyar, Beskalan,
Kaloagan, Jula-juli, Samirah, Junian.
Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun
dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya
hampir seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria (randai,
dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman itu wanita tidak diperkenankan
muncul di depan umum.
k. Gambuh
Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali dan
diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
Bali kuno dan terasa sangat sukar dipahami oleh orang Bali sekarang. Tariannya
pun terasa sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau gambuh merupakan sumber dari
tari-tarian Bali yang ada. Sejarah gambuh telah dikenal sejak abad ke-14 di
Zaman Majapahit dan kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di Bali,
gambuh dipelihara di istana raja-raja.
Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur
cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan
di antaranya adalah Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri.
Peran-peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan
berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam
bahasa Bali biasa.
Suling dalam gambuh yang suaranya sangat rendah, dimainkan dengan
teknik pengaturan nafas yang sangat sukar, mendapat tempat yang khusus dalam
gamelan yang mengiringi gambuh, yang sering disebut gamelan “pegambuhan”.
Gambuh mengandung kesamaan dengan “opera” pada teater Barat karena unsur musik
dan menyanyi mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para penari harus dapat
menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak, yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai
penghubung antara penari dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi
pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting
dalam gamelan adalah pemain kendang lanang atau disebut juga kendang pemimpin.
Dia memberi aba-aba pada penari dan penabuh.
l. Arja
Arja
merupakan jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan, dan terdapat di
Bali. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater
yang penekanannya pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang terdapat di daerah
Jawa Barat (Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk
nyanyian (tembang). Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang
disederhanakan unsur-unsur tarinya, karena ditekankan pada tembangnya. Tembang
(nyanyian) yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus
yang disusun dalam tembang macapat.
BAB 2
A.
UNSUR PEMBENTUK TEATER
Dalam
khasanah teater dewasa ini dapat disimpulkan unsur utama teater adalah naskah
lakon, sutradara, pemain, dan penonton. Tanpa keempat unsur tersebut
pertunjukan teater tidak bisa diwujudkan. Untuk mendukung unsur pokok tersebut
diperlukan unsur tata artistik yang memberikan keindahan dan mempertegas makna
lakon yang dipentaskan
1.
Naskah Lakon
Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya naskah
lakon yang merupakan bentuk tertulis
dari cerita drama yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisasikan
kedalam pementasan. Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media
bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan
karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa pentas. Dalam visualisasi
tersebut karya sastra kemudian berubah esensinya menjadi karya teater. Pada
saat transformasi inilah karya sastra bersinggungan dengan komponen-komponen
teater, yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya
mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh. Akan tetapi,
naskah lakon yang khusus
dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai
struktur lain yang spesifik. Struktur ini pertama kali di rumuskan oleh
Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi
(pemaparan), komplikasi, klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi (catastrope).
Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku,
tetapi lebih bersifat fungsionalistik.
2.
Sutradara
Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah
lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama
kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan
oleh kerja sutradara, meskipun unsur–unsur lainnya juga berperan tetapi masih
berada di bawah kewenangan sutradara.
Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab
terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung
jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang
sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugas–tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung
jawab utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar
mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat
mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan.
Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman
yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul. Menurut Harymawan
(1993) Ada beberapa tipe sutradara dalam
menjalankan penyutradaraanya, yaitu:
1.
Sutradara
konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan
menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan
konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb.
2.
Sutradara
diktator.Ia mengharapkan pemain dicetak
seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan
seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot – robot yang
tetap buta tuli.
3.
Sutradara
koordinator.Ia menempatkan diri sebagai pengarah
atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok
penafsirannya.
4.
Sutradara
paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu
yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya.Teater
disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia
kepada sutradara.
3.
Pemain
Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan
pemain yang mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang
nyata. Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. tetapi bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah.
Pemain mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya. Agar
bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yang hidup, pemain dituntut
menguasai aspek-aspek pemeranan
yang dilatihkan secara khusus, yaitu
jasmani (tubuh/fisik), rohani (jiwa/emosi), dan intelektual. Memindahkan naskah
lakon ke dalam panggung melalui media pemain tidak sesederhana mengucapkan kata
- kata yang ada dalam naskah lakon atau
sekedar memperagakan keinginan penulis
melainkan proses pemindahan
mempunyai karekterisasi tersendiri, yaitu harus menghidupkan bahasa kata
(tulis) menjadi bahasa pentas (lisan).
4. Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton.
Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar, antara
penonton dengan pementasan. Banyak sutradara yang kurang memperhatikan penonton
dan menganggapnya sebagai kelompok konsumsi yang bisa menerima begitu saja apa
yang disuguhkan sehingga jika terjadi suatu kegagalan dalam pementasan penonton
dianggap sebagai penyebabnya karena mereka tidak mengerti atau kurang terdidik
untuk memahami sebuah pementasan.
Kelompok penonton pada sebuah pementasan adalah suatu
komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena ingin
memperoleh kepuasan, kebutuhan, dan
cita-cita. Alasan lainnya untuk tertawa, untuk menangis, dan untuk
digetarkan hatinya, karena terharu akibat dari hasrat ingin menonton. Penonton
meninggalkan rumah, antri karcis dan membayar biaya masuk dan lain-lain karena
teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan
selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.
Eksistensi
teater tidak mengenal batas kedudukan manusia. Secara ilmiah, manusia memiliki
kekuatan menguasai sikap dan tindakannya. Tindakannya pergi ke teater
disebabkan oleh keinginan dan kebutuhan berhubungan dengan sesama. Sehingga
menempuh jalan sebagai berikut:
1.
Bertemu dengan orang lain yang
menonton teater. Teater merupakan suatu lembaga sosial.
2.
Memproyeksikan diri dengan
peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara
khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial
Dalam
memandang suatu karya seni penonton hendaklah mampu memelihara adanya suatu
objektivitas artistik. Ini bisa tercapai dengan menentukan jarak estetik (aestetic
distance) sehubungan dengan karya seni yang dihayatinya. Pemisahan yang
dimaksud, antara penonton dan yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan
jalan:
1.
Menciptakan penataan yang tepat atas
auditorium dan pentas.
2.
Adanya batas artistik proscenium sebagai bingkai gambar.
3.
Pentas yang terang dan auditorium
yang gelap.
Semua
itu akan membantu kedudukan penonton sehingga memungkinkan untuk melakukan
perenungan.
5.
Tata Artistik
Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan
dari teater. Pertunjukan teater menjadi
tidak utuh tanpa adanya tata artistik yang mendukungnya. Unsur artistik
disini meliputi tata panggung , tata busana, tata cahaya, tata rias, tata
suara, tata musik yang dapat membantu pementasan menjadi sempurna sebagai
pertunjukan. Unsur-unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara dan
penata artistik mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga
unsur-unsur tersebut tidak hanya sebagai bagian yang menempel atau mendukung,
tetapi lebih dari itu merupakan kesatuan yang utuh dari sebuah pementasan.
Tata panggung adalah
pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan berlangsung.
Tujuannya tidak sekedar supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga
menghidupkan pemeranan dan suasana panggung.
Tata
cahaya atau lampu adalah pengaturan
pencahayaan di daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan
permainan dan dan suasana lakon yang dibawakan, sehingga menimbulkan suasana
istimewa.
Tata
musik adalah pengaturan musik yang mengiringi pementasan teater yang berguna
untuk memberi penekanan pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak
dan adegan.
Tata suara adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan
dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik.
Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.
Tata rias dan tata busana
adalah pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran
yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain
bisa terlihat jelas penonton.
BAB 3
1. PESAN MORAL PERTUNJUKAN TEATER
Pertunjukan teater khususnya teater tradisional mengandung pesan moral yang begitu
tinggi terhadap masyarakat pada
umumnya dan khususnya pada penonton.
Pesan moral ini dapat diketahui melalui
amanat-amanat dalam suatu cerita (naskah lakon) yang dipertunjukkan. Di dalam
cerita klasik seperti kisah Baratayuda dalam wayang kulit purwa Jawa. Dalam
kisah Baratayuda tersebut mengandung
pesan moral agar selalu menanamkan kebenaran dan kejujuran yang akan
mengalahkan kebatilan. Demikian juga kisah Ramayana, merupakan kisah
yang mengandung pesan moral yang tinggi. Tokoh Rama, Raja Ayodya
merupakan lambang kesucian dan kebenaran,
mengalahkan Rahwana, raja Alengka
yang sakti sebagai lambang kejahatan.
Kisah tersebut mengungkap pesan moral
agar setiap manusia selalu
mengedepankan kebenaran, kesucian dan kejujuran.
Pada dasarnya setiap pertunjukan teater
memiliki pesan moral dan untuk dapat mengungkapkan pesan moral yang
tepat dari pertunjukan hendaknya dalam menyaksikan pertunjukan karya teater secara cermat dan
penuh apresiatif.
Ada beberapa nilai yang terkandung
dalam seni drama atau seni teater, nilai-nilai
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
A.
Nilai Moral
Nilai moral disini adalah
nilai yang berhubungan dengan
budi pekerti, etika dan susila. Setiap karya seni pasti mengandung nilai moral. Nilai moral yang ada di dalam karya seni,
khususnya karya teater, dapat mengubah sikap dan prilaku penontonnya. Kalau
nilai moralnya tinggi dapat membentuk perilaku penonton yang baik dan positif,
tetapi kalau nilai moralnya rendah dapat membentuk penonton memiliki perilaku yang kurang baik. Karya
teater tradisi memiliki nilai moral yang
sangat tinggi.
B.
Nilai Budaya
Selain nilai moral, suatu karya teater juga mengandung
nilai budaya, termasuk karya teater tradisi.
Setiap karya teater yang dipertunjukkan
menampilkan budaya kehidupan masyarakat
di dalam cerita yang dipentaskan.
Penonton dapat melihat budaya kehidupan masyarakat dalam suatu cerita
yang dipentaskan, jika menonton pementasan itu secara lengkap dari awal hingga selesai. Memang nilai budaya
itu terkandung di seluruh rangkaian cerita. Tanpa menyaksikan secara lengkap,
tidak mungkin bisa mengungkapkan nilai budaya yang ada.
C.
Nilai sosial
Nilai sosial atau kemasyarakatan suatu karya teater sangat erat hubungannya
dengan budaya yang ada dalam cerita yang
dipentaskan. Misalnya, suatu karya teater mengandung budaya gotong-royong, hal
itu berarti memiliki nilai kemasyarakatan yang tinggi, yakni masyarakatnya
memiliki sifat suka menolong, suka bekerjasama dan tidak egois. Jika karya
teater itu mengandung budaya pergaulan bebas, berarti masyarakatnya juga tidak
menghormati norma-norma yang ada. Nilai
budaya pada dasarnya merupakan kebiasaan yang ada dalam suatu masyarakat. Jika
kebiasaan masyarakat itu baik, berarti
memiliki nilai kebudayaan yang baik pula. Sebaliknya, jika memiliki
kebiasaan yang jelek, nilai budayanya juga rendah. Nilai budaya sekaligus mempengaruhi nilai
kemasyarakatan. Oleh karena itu penonton
perlu memiliki kepekaan yang
tinggi, jika ingin dapat mengungkapkan
nilai-nilai sosial budaya dengan benar.
D.
Nilai Pendidikan / Pedagogis
Seni drama atau teater merupakan salah satu genre sastra yang di dalamnya memiliki
nilai pendidikan, baik secara umum yaitu pendidikan kewarganegaraan, kebangsaan
dan kemasyarakatan. Maupun secara khusus, yaitu pendidikan moral, budi pekerti
serta susila, dan pendidikan estetis. Hasil dari pendidikan adalah perubahan
sikap. Oleh karena itu, pertunjukan drama atau teater dapat menghasilkan
perubahan terhadap penonton. Setelah
menonton pertunjukan teater diharapkan memiliki moralitas yang tinggi dan budi
pekerti yang luhur.
Karya teater benar-benar memiliki nilai pendidikan yang
tinggi, terutama pendidikan moral disamping pendidikan kewarganegaraan,
kebangsaan dan kemasyarakatan. Seperti yang telah diuraikan dimuka bahwa wayang
kulit purwa Jawa dan Ramayana sarat
dengan nilai moral dan
benar-benar memiliki nilai pendidikan yang tinggi. Pertunjukan teater sangat
cocok dikonsumsi oleh anak usia remaja karena mereka sedang mengalami
masa puber, memiliki rasa ego yang
tinggi, ingin menang sendiri, merasa dirinya yang paling benar, emosional,
sulit menghargai orang lain, dan cenderung tidak memiliki pegangan yang
tetap. Melalui pendidikan drama atau
teater di sekolah, akan dapat mengubah perilaku yang dimilikinya menjadi baik
dan terkontrol.
Oleh karena itu para siswa hendaknya secara intensif mementaskan dan
menyaksikan karya teater, terutama
teater tradisi sehingga selain dapat mengubah perilaku, juga dapat dengan tepat
mengungkapkan nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya.
E.
Nilai Kemanusiaan / Humanisme
Manusia dan kemanusiaan menjadi problematik sentral dalam
kerja seni atau seni teater, maka seni drama atau teater adalah seni kolektif
yang sarat akan muatan nili-nilai humanisme. Pada dasarnya sebuah seni drama
atau seni teater yang termasuk dalam karya fiksi bertumpu pada penghayatan
terhadap sosok-sosok tokoh yang
diciptakan, baik secara langsung oleh pengarangnya maupun secara tidak langsung
melalui percakapan antar tokoh.
Didalam teater tradisional tersebut amatlah kaya akan nilai-nilai
humanisme, baik dalam tataran mikrokosmos maupun makrokosmos. Lakon-lakon yang
terdapat dalam serial Ramayana dan Mahabarata secara tematis filosofis sarat
akan muatan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua serial lakon perjuangan tersebut
secara filosofis dapat dimaknai sebagai perang melawan angkara murka,
keserakahan, ketamakan, kezaliman dan ketidakadilan. Tokoh-tokoh seperti
Arjuna, Kresna, Semar, Werkudara, Gatotkaca, Hanoman dan Puntadewa merupakan
tokoh idola masyarakat Jawa, bukan hanya karena kesaktiannya, tetapi juga nilai
kemanusiannya (humanisme).
F.
Nilai Keindahan / Estetis
Karya teater merupakan salah satu karya sastra yang
didalamnya mengandung nilai-nilai estetis yang bermanfaat bagi masyarakat pada
umumnya dan penonton pada khususnya. Keindahan di sini memiliki cakupan yang
luas dan bermanfaat, yaitu keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal,
dan keindahan alami. Bagi orang yang menyaksikan karya teater, khususnya karya
teater tradisi, akan dapat menikmati keindahan yang ada di dalamnya dan
akhirnya mendapatkan kepuasan bathin.
Seni drama atau
teater merupakan tempat bertemunya berbagai cabang seni, yaitu seni musik, seni
tari, seni suara, seni panggung, seni lukis dan seni peran. Perpaduan seni tersebut membawa suatu
keindahan akali yang benar-benar menarik dan menjadi kepuasan bathin
BAB 4
A. EKSPLORASI
TEHNIK OLAH TUBUH
Dalam mengekspresikan diri melalui suatu pertunjukan teater, tubuh secara menyeluruh
harus menarik dan bagus. Yang dimaksud bagus dan menarik adalah tubuhnya harus
lentur, sanggup memainkan semua peran, gampang diarahkan dan tidak kaku. Untuk dapat seperti itu harus mengadakan
latihan-latihan tubuh (olah tubuh).
Dalam berlatih olah tubuh harus mempunyai pola. Pola tidak mungkin ditemukan
begitu saja. Perlu waktu panjang, ketekunan dan disiplin. Dalam
melakukan olah tubuh ada beberapa bentuk yang dapat dilakukan, yaitu;
senam, latihan tari, latihan konsentrasi, latihan silat, dan latihan renang.
Pada intinya seorang pemain teater hendaknya sadar akan tubuhnya sendiri baik
kekurangannya (cacad) ataupun kemampuan diri sendiri. Karena seorang pemain
teater tubuh merupakan bahasa yang utama (bahasa tubuh) selain bahasa dialog.
Latihan-latihan dasar untuk olah
tubuh diantaranya adalah :
1. Gerakan
leher dan kepala
Gerakan leher dan kepala dimulai dengan gerakan kepala miring ke kiri dan ke kanan, menoleh ke kiri dan ke kanan.
Dimajukan sampai pada gerakan memutar.
2. Gerakan
tangan
Gerakan tangan dimulai dengan
gerakan ayunan ke depan, ke belakang, gerakan tangan yang membuat garis diagonal,
rentangan tangan dibuka dan diletakkan
di atas bahu, sampai pada gerakan
membentuk garis lengkung.
3. Gerakan
pinggang, perut, dada dan bahu
Gerakan pinggang diawali dengan
gerakan pinggang ke samping kanan, ke kiri dan memutar. Kemudian, dilanjutkan
gerakan perut dengan membungkukkan badan
dan menegakkan badan. Gerakan dada dan bahu yaitu dengan cara menaikkan dan
menurunkan bahu, mengembangkan dada.
4. Gerakan
kaki
Gerakan kaki dimulai dari menekuk
lutut, tumit diangkat, sampai mengangkat
kaki, lalu disilangkan. Selanjutnya, jongkok terus berdiri, telentang kemudian
duduk, berjalan pelan-pelan, berjalan cepat dan berlari.
5. Gerakan
keseluruhan tubuh
Setelah gerakan-gerakan di atas dilatihkan, gerakan tubuh selanjutnya
adalah menggabungkan gerakan-gerakan tersebut menjadi gerakan menyeluruh.
Latihan gerakan kepala menoleh ke kanan ke kiri, tangan kanan diulurkan ke
depan pelan-pelan dan tangan kiri menggapai ke atas. Majulah pelan-pelan sambil
menggerakkan kelenturan tubuh. Kemudian jongkok dan berdiri dengan menggunakan sebelah kaki. Badan dicondongkan
ke depan, tangan telentang seperti membuat pesawat terbang. Demikian seterusnya
sehingga tubuh terasa lentur dan tidak kaku.
Dengan menggerakkan seluruh tubuh
secara teratur akan memudahkan kita memainkan tubuh kita dengan baik
sesuai tokoh yang akan diperankan.
Agar tubuh kuat, lentur dan menarik
dalam mengekspresikan diri diperlukan beberapa tehnik diantaranya :
1. Latihan
tari
Dengan tari seorang pemeran akan
mengenal gerak berirama mangatur waktu.
2. Latihan
semadi
Dengan semadi pemeran akan
mengenal lebih dalam arti diam, merenung
secara insani
3. Latihan
silat
Dengan silat pemeran akan mengenal
diri, percaya diri dan di dalam silat
kekuatan dan kelenturan akan didapatkan.
4. Latihan
renang
Dengan renang pemeran akan mengenal
pengaturan nafas.
B. EKSPLORASI
TEHNIK OLEH PIKIRAN / SUKMA
Seorang pemain hendaknya intelegen,
cerdik, cendikia, dan tangkas. Itu bisa dimiliki apabila terlatih dalam
menggunakan akal. Akal adalah tenaga rohani yang paling tinggi. Dalam olah
pikiran, akal itulah yang menjadi tenaga yang bsa membuat seseorang menjadi kritis, menghadapi pelbagai persoalan
yang pelik. Latihan membaca situasi dan olah raga merupakan dua hal yang
mendasar dalam olah pikiran / sukma.
Jika latihan olah tubuh dan olah suara untuk melatih fisik yang bersifat jasmaniah,
latihan olah sukma adalah untuk melatih
kejiwaan. Olah sukma disebut juga olah jiwa atau olah rasa. Sukma, jiwa dan
rasa sangat penting di dalam melakukan sesuatu, dan sering disebut pendorong laku dalam. Latihan olah sukma meliputi kegiatan-kegiatan yang mengasah
kepekaan pancaindera, diantaranya :
1. Penciuman
” Sayang, kau lihat bulu romaku
berdiri karena keharumanmu”. Sesaat sebelumnya harus ada penghayatan dan
ekspresi akan penciuman bau yang harum, meskipun pasangan mainnya berbau tidak sedap. Latihan
berimajinasi dengan indera hidung :
a. mencium
bau sambal yang sedang digoreng.
b. Mencium
bau kaos kaki tamu yang sedang berbincang denganmu.
2. Peraba
” Panas sekali udara di sini ”.
Merupakan kalimat yang diucapkan dengan
penghayatan dan ekspresi orang yang sedang kegerahan. Latihan
berimajinasi dengan indera
peraba/sentuhan :
a. Merasa
dipeluk oleh orang yang tidak disukai.
b. Merasakan
sakit gigi
3. Pendengaran
” Ssst, sepertinya aku mendengar
suara tangisan”. Saat itu pula pemain harus berekspresi seolah-olah ia
mendengar suara yang dimaksud. Latihan berimajinasi dengan indera telinga :
a. Mendengar
suara-suara aneh di malam hari di tempat asing.
b. Mendengar
orang sedang membicarakanmu tanpa mengetahui kamu ada di dekatnya.
4. Penglihatan
Ketika seseorang berkata, ” lihat,
penjahat itu akhirnya ditangkap polisi,” ia harus dapat memberikan sugesti
kepada penonton dengan ekspresinya. Ia
harus tampak seperti melihat kejadian sesungguhnya.
Untuk itu, seorang pemain perlu
melakukan latihan berimajinasi dengan indera mata. Latihan ini bisa dilakukan
misalnya dengan cara seolah-olah :
a. Melihat
suatu penampakan yang tidak lazim, baik sebagai seorang pemberani maupun
penakut.
b. Melihat
bayanganmu dicermin sedang berdandan.
c. Melihat
pertandingan bulutangkis atau bentuk lain. Demikian seterusnya.
5. Perasa/pengecap
Setelah meneguk secangkir kopi,
pemeran berkata, ” Benar-benar kopi yang
berkualitas ”. Walaupun cangkir tersebut kosong, pemeran harus berekspresi
seolah-olah merasakan kenikmatan kopi
yang dimaksud. Latihan berimajinasi dengan indera perasa:
a. Merasakan
obat yang satu persatu harus diminum.
b. Tersedak
dan kepedasan ketika sedang makan, lalu minum air panas.
Beberapa latihan dasar sebagai tehnik olah pikiran diantaranya
adalah :
1. Membaca
Membaca di sini bukan sembarang
membaca, tetapi harus membaca dengan
sistematika. Adapun yang penting dibaca, selain buku seni, juga buku filsafat
dan teologi karena dengan buku-buku
tersebut akan lebih kritis dan tanggap.
2. Olah
raga
Olah raga disini bukan olah raga yang bersifat jasmani,
melainkan yang diutamakan adalah olah
raga yang berhubungan dengan pikiran dan
tenaga rohani. Adapun jenis olah raga ini cukup banyak, antara lain; catur,
halma, domino ataupun teka-teki silang. Semua ini sebaiknya dikuasai oleh
seorang aktor.
3. Imajinasi
Berimajinasi merupakan tindakan
kreatif berupa pengandaian dari tiada menjadi seperti ada. Sehingga pemeran
tidak perlu mengalami atau melakukan hal
yang sesungguhnya dalam berakting atau melakukan adegan. Menyaksikan pameran
lukisan, merenung, atau mengkhayal
sambil mendengarkan musik klasik dapat merangsang imajinasi.
Selain untuk berimprovisasi,
imajinasi berguna untuk dapat melakukan hal-hal berikut ini.
1. Membina klimaks
Membina klimaks sama dengan membina perkembangan kisah atau adegan. Hal ini berpengaruh pada
keasyikan penonton menikmati sebuah
pertunjukan teater. Perkembangan adegan
haruslah bertahap dan di dalamnya diperlihatkan proses kejadian atau perjuangan
yang bobot atau ketegangannya semakin meningkat. Untuk membawa penonton ke
dalam suasana tiap-tiap tahap, imajinasi
seorang pemeran, sutradara, penata lagu dan penata setting sangat diperlukan.
2. Bermain
dengan hidup
Aktor atau aktris yang baik dapat
membina permainan yang hidup. Hal itu dapat dicapai dengan melakukan pengamatan yang mendalam dan teliti
terhadap perannya, lalu dihayati dengan sungguh-sungguh dalam memainkannya. Ia
juga harus menghayati peran lawan.
Karenanya, seorang pemain harus
memiliki toleransi untuk mendengar dan menanggapi lawan main, termasuk memahami
takaran bermainnya.
3. Kesadaran
Terhadap Tubuh
Raga merupakan perwujudan peran dan
akting secara total, baik dilakukan dengan
mengikuti aturan maupun improvisasi. Gerak raga terdiri dari gerak besar
(gait) seperti melangkah, bloking (komposisi atau perpindahan pemain di
pentas); dan gerak kecil (bisnis) seperti memainkan jari, mengerling, komat-kamit,
bernafas dan sejenisnya.
Bergerak adalah bagian dari akting.
Namun, akan lebih baik bila pemeran bersikap santai dan wajar dari pada
bergerak tanpa alasan. Bergerak tanpa
alasan akan membuat akting tampak aneh dan penonton merasa melihat reka adegan,
bukan adegan yang sesungguhnya. Sehingga, adegan tak dirasa nyata dan emosi
tidak terbangun. Motif bergerak yang baik dalam drama antara lain sebagai
berikut :
a. Alasan
kewajaran
Berimajinasi dengan pancaindera
merupakan contoh alasan bergerak demi kewajaran.
b. Alasan
kejiwaan
Adalah gerak yang biasa dilakukan
karena keadaan jiwa. Misalnya orang yang sedang gemas atau jengkel meninju
telapak tangan kirinya, orang yang gelisah berjalan tak tentu arah, dan
sebagainya.
Untuk dapat melakukan gerak raga yang
baik, seorang pemeran perlu melakukan
latihan raga. Antara lain ia dapat melakukan olah tubuh, gerak sehari-hari,
olah raga, senam, menari, seni bela diri, gerak improvisasi bervariasi
diselingi dengan relaksasi, atau bahkan meditasi. Gerak raga juga harus
berkesesuaian dengan ucapan yang dapat menjelaskan alasan suatu perbuatan.
Dalam seni drama hal ini dikenal dengan istilah timing. Macamnya antara lain :
a. Gerakan
sebelum ucapan
Meraba kantong baju dan celana, lalu
berkata, ”Dompetku mana, ya?”.
b. Gerakan
bersamaan ucapan
Sambil
menampar berkata, ”Kurang ajar”.
c. Gerakan
sesudah ucapan
Guru
berkata, ”Kamu mau belajar apa mau ngobrol?”, lalu, mendekati murid itu.
Gerak dalam panggung terutama pada
pentas langsung pun harus diperhatikan. Ada beberapa hal yang harus dihindari
pada saat pentas langsung ini. Pertama, berbicara atau berekspresi dengan
membelakangi penonton sehingga tidak
terlihat seluruhnya dan kedua, bloking atau posisi pemain yang saling menutupi
dari pandangan penonton.
4. Intelejensi
Seorang aktor atau aktris
sebaiknya adalah seorang intelektual
yang memiliki wawasan budaya. Ia harus memiliki standart pemikiran tertentu
sebagai suatu kebenaran walaupun sifatnya
sementara. Dengan kecerdasannya pula ia dapat melakukan akting dan memiliki
karakter yang berbeda dalam setiap perannya.
Hal tersebut dapat dicapai jika pada
setiap kesempatan mendapatkan peran, ia meninjau nilai kemanusiaan tokoh yang akan
diperankannya. Tinjauan nilai kemanusiaan ini sekurang-kurangnya dilihat dari 4
aspek, yaitu; historis (latar belakang), sosiologis (lingkungan), psikologis
(karakter), dan filosofis (pandangan hidup). Untuk dapat melakukan hal tersebut
seorang aktor atau aktris harus kritis, terbuka, dan selalu giat menambah
wawasan.
C.
EKSPLORASI TEHNIK OLAH SUARA
Vokal menjadi tenaga dalam olah
suara. Vokal merupakan suara yang dibunyikan keluar dari mulut. Vokal ini
menjadi kunci dalam pergelaran
teater. Jika vokal jelek, kalimat-kalimat
menjadi mubazir dan sebuah pementasan
teater tidak memuaskan.
Adapun ukuran bagus jeleknya suara
vokal terletak pada kuat tidaknya serta jelas tidaknya suara itu diproduksi
lewat mulut. Yang perlu diperhatikan disini adalah tenaga suara dari perut yang
didorongkan ke atas melalui ruang
resonansi diimbangkan dengan pengaturan nafas yang tepat. Oleh karena itu sebelum pementasan, latihan
olah suara harus dilakukan lebih dahulu, latihan-latihan tersebut adalah :
1. Pernafasan
Dalam tehnik vokal ada tiga macam pernafasan, yaitu pernafasan
dada, perut dan diagfragma. Pada pernafasan dada, dada membusung ketika menarik
nafas. Tenggorokan atau leher tempat
alat-alat suara di dekat dada juga ikut menjadi tegang. Sehingga, suara yang
dilontarkan terdengar kaku. Pada pernafasan perut, perut menggembung ketika
menarik nafas. Cara ini tidak mengakibatkan suara kaku, namun lontaran suara
kurang kuat karena perut letaknya jauh dari pita atau alat suara di leher. Pada
pernafasan diagfragma, bagian yang mengembung ketika menarik nafas adalah
sekitar diagfragma, samping, dan punggung. Pernafasan inilah yang ideal karena suara yang dilontarkan
cukup kuat dan tidak kaku.
Pernafasan dilakukan setiap kali
akan mengadakan latihan teater, termasuk
latihan olah suara. Secara umum pernafasan dibagi menjadi dua macam, yaitu pernafasan biasa dan
pernafasan segitiga. Pernafasan biasa dilakukan
sebelum pernafasan segitiga. Pernafasan biasa dilakukan dengan cara
menghirup udara melalui hidung, kemudian mengeluarkan melalui hidung pula. Pernafasan biasa dilakukan dengan
hitungan berirama. Contoh : ketika menghirup udara melalui hidung, dihitung tiga
kali (kecepatan menghitung setiap nomor satu detik), kemudian ketika
mengeluarkan udara melalui hidung juga dihitung
tiga kali. Hal ini dilakukan berulang kali. Hitungan biasa ditambah hingga
sesuai dengan kemampuan calon pemain.
Pernafasan segitiga dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut : menghirup
udara, menahan udara dibawah perut, mengeluarkan udara, menahan perut dalam
keadaan kosong udara, menghirup udara, dan seterusnya. Setiap tahapan dihitung
dengan hitungan dan irama yang sama.
2. Latihan
vokal
Latihan vokal adalah latihan
pengembangan dari pernafasan
segitiga. Perbedaanya terletak pada
tahap mengeluarkan udara. Pada tahap ini udara yang keluar melalui hidung dipindahkan
melalui mulut. Ketika udara keluar dari mulut, bunyikan vokal a, i, u, e dan o
dengan nada panjang, sepanjang-panjangnya. Latihan selanjutnya dengan
mengeluarkan vokal terputus-putus dan
meletup.
Baik tidaknya suara yang dihasilkan
ditentukan oleh kondisi alat suara yang terdapat di dalam rongga mulut. Untuk
mendapatkan bentuk suara yang baik (untuk vokal drama) diperlukan latihan
sebagai berikut:
a. Latihan
rahang bawah.
Dalam keadaan santai, rahang bawah
digerakkan sejauh mungkin ke bawah lalu digerakkan ke kiri dan ke kanan.
Ucapkan pa pa pa pa, ba ba ba ba, ma ma ma ma, wa wa wa wa, ya ya ya ya, dalam
tempo yang agak cepat.
b. Latihan
bibir
c. Rahang
bawah/gigi terkatup, bibir ditarik ke samping lalu dikerucutkan ke depan.
d. Mulut
terbuka, ke dua bibir dilipat ke dalam di antara gigi seri atas dan bawah.
e. Buatlah
suara brrrr (deru mobil) sepanjang mungkin.
f. Buatlah
posisi A, I, U, E, O, bergantian dengan atau tanpa suara.
g. Latihan
lidah.
- Julurkan lidah sepanjang mungkin
dengan ujungnya terkait pada gigi seri atau bawah bergantian.
-
Lidah dijulurkan lalu digerakkan ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke
bawah.
-
Lidah dijulurkan, secara bergantian ditegangkan dan dilemaskan.
h. Latihan
langit-langit lunak.
Posisi rongga mulut siap mengucapkan
b dan m, d dan n, k dan ng secara bergantian dalam keadaan mulut terkatup.
i. Latihan suara/vokalisasi
- Menyanyikan berbagai tingkatan
tangga nada. Dimulai dari tangga nada bernada sedang, makin rendah lalu makin
tingi.
-
Menyanyikan berbagai variasi
interval dengan solmisasinya.
-
Latihan diiringi instrumen musik harmonis.
-
Usahakan suara yang terbentuk
mengandung resonan.
3. Latihan
konsonan
Latihan konsonan hampir sama dengan latihan vokal. Perbedaannya, pada latihan ini bunyi yang dikeluarkan dari mulut adalah bunyi konsonan. Latihan
konsonan tidak bisa dengan nada panjang, jadi latihannya langsung pada latihan
konsonan terputus-putus dan meletup.
Huruf konsonan dibagi menjadi :
- Mengandung bunyi : m, n, l, y, ng, ny
- tanpa bunyi
- eksplosif lembut : b, d, g, j.
- eksplosif keras : c, k, p, q, t, x.
- berdesis lembut : h, j, v, w, z, kh.
- berdesis keras : s, f, sh.
- bergetar : r.
Cara membentuk atau mengucapkan konsonan tersebut adalah
dengan perantaraan :
- bibir atas dan bawah :
b, m, p.
- bibir bawah dan gigi atas : f, v, w.
- lidah ujung dan langit-langit
keras depan : d, l, n, r, s, t, z.
- lidah tengah dan langit-langit
tengah : c, j, y, ny, sy.
- lidah pangkal dan langit-langit
lunak :g, k, q, x, kh,, ng
- tanpa alat artikulasi :
s.
Latihan artikulasi dilakukan dengan
mengucapkan berbagai kombinasi konsonan dan vokal dalam bentuk kata atau
kalimat yang mengandung arti, sambil
menerapkan pembentukan suara secara baik
dan benar.
4. Latihan
kata, frasa dan kalimat
Latihan ini masih menggunakan
pernafasan segitiga. Latihanlah menggunakan
kata-kata yang pendek, sedang,
hingga panjang, contoh ”jalan”, ”berjalan”, ”berjalanlah”, dan ”berjalanlah
kau”. Latihan selanjutnya adalah latihan
mengucap frasa dan yang terakhir mengucapkan kalimat. Mulailah dari kalimat
sederhana sampai kalimat panjang.
5. Latihan
jeda dan intonasi
Latihan jeda dan intonasi adalah
kelanjutan latihan mengucap kalimat. Pertama, ucapkan kata demi kata dalam
kalimat. Ucapkan sejelas mungkin. Kedua, ucapkan frasa demi frasa dalam
kalimat. Ketiga, jika latihan penjedaan itu sudah baik, gabungkan latihan
penjedaan tersebut dengan menggunakan
latihan intonasi.
Vokal merupakan kunci dari suatu suara, maka olah suara bisa dilakukan dengan olah vokal. Latihan dasar yang tepat sebagai
tehnik olah suara yang baik adalah
menyanyi dan deklamasi.
a. Menyanyi
Yang digunakan untuk latihan menyanyi adalah metode
menyanyi seriosa, bukan pop. Jika hendak melatih bernyanyi sebaiknya
dilakukan pagi-pagi, sebelum sarapan, kecuali segelas air putih.
b. Deklamasi
Agar resonansi terbiasa dilatih dengan deklamasi. Dalam berlatih deklamasi
pilih puisi-puisi yang panjang. Pergi ke alam terbuka, lalu baca dengan lantang dan keras. Yang diperhatikan dalam deklamasi adalah
pengaturan nafas dan ketepatan
artikulasi serta diksi
1.
Sejak kapan sejarah teater
tradisional di Indonesia dimulai :
a. Sebelum zaman Hindu b. Setelah zaman Hindu c. Pra-Islam
d.
Kemerdekaan e. Setelah kemerdekaan
2.
Unsur-unsur teater tradisional pada
awal perkembangannya banyak digunakan untuk mendukung :
a.
upacara ritual b. Upacara
keagamaan c. Hiburan
d. upacara adat e.
Mistis
3.
Pertunjukan
wayang sudah ada tahun 907 Masehi sejak
jaman pemerintahan :
a. Raja Balitung b. Raja Kertanegara c. Prabu Brawijaya
d.
Raja Jayakatwang e.
Raja Arya Wiraraja
4.
Perkembangan pertunjukan wayang
bayak terdapat di daerah :
a.
Jawa Tengah dan Jawa Barat b. Jawa Timur dan Jawa Tengah
c.
Jawa Timur dan Jawa Barat d. Jawa Timur
e. Jawa Tengah
5.
Di Madura, terdapat pertunjukan
wayang orang yang agak berbeda dengan yang berkembang di Jawa Tengah, yaitu
dikenal dengan sebutan :
a.
Wayang Dalang b. Topeng Dalang c.
Topeng
d.
Wayang klitik e. Wayang wong
6.
Makyong merupakan suatu jenis teater
tradisional yang berkembang didaerah :
a.
Jawa Timur b. Aceh c.
Papua d. Riau e.
Madura
7.
Randai merupakan suatu
bentuk teater tradisional yang terdapat di daerah:
a.
Aceh b. Sasak c. Manado d.
Minangkabau e. Riau
8.
Teater tradisional
Randai bertolak dari sastra lisan yang
disebut dengan istilah:
a.
Baca b. Pantun c. Macapat d. Prosa e. Kaba
9.
Daerah Kalimantan Selatan mempunyai
cukup banyak jenis kesenian antara lain yang paling populer adalah:
a.
Randai b. Ludruk c.
Wayang d. Mamanda e. Randai
10.
Teater tradisional
Randai bertolak dari sastra lisan yang
disebut dengan istilah:
a.
Baca b. Pantun c. Macapat d. Prosa e. Kaba
11.
Daerah Kalimantan Selatan mempunyai
cukup banyak jenis kesenian antara lain yang paling populer adalah:
a.
Randai b. Ludruk c.
Wayang d. Mamanda e. Randai
12.
Lenong merupakan teater rakyat daerah :
a.
Sumenep b. Surabaya c.
Sunda d. Betawi e. Minangkabau
13.
Pada saat Jakarta masih bernama
Betawi atau Batavia terdapat
empat jenis teater tradisional, diantaranya kecuali :
a.
Topeng
Betawi b. Lenong c. Topeng blantek d. Jipeng e. Randai
14.
Longser merupakan jenis teater
tradisional yang bersifat kerakyatan dan terdapat di: a. Sunda b.
Madura c. Betawi d. Banten e. Yogyakarta
15.
Ubrug merupakan teater tradisional
bersifat kerakyatan yang terdapat di daerah
a. Sunda b.
Madura c. Betawi d. Banten e. Yogyakarta
16.
Beberapa cerita rakyat yang sering
dipentaskan pada pertunjukan Ubrug adalah :
a. Ramayana b.
Mahabarata c. Brama
Kumbara
d.
Kian Santang e. Si Jampang
17.
Ketoprak merupakan teater rakyat
yang paling populer di daerah :
a.
Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah
b.
Yogyakarta dan daerah Jawa Timur
c.
Yogyakarta dan daerah Jawa Barat
d.
Yogyakarta dan daerah Jakarta
e.
Jawa Timur dan Jawa Barat
18.
Pada mulanya ketoprak merupakan
permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung
pada waktu bulan purnama, yang disebut:
a.Gejigan b. Gejogan c. Gajagan d.
Gejoging e. Gejayan
19. Ludruk merupakan teater tradisional yang
bersifat kerakyatan di daerah Jawa Timur, berasal dari daerah:
a. Mojokerto b.
Gresik c. Kediri d. Pasuruan e. Jombang.
20. Lagu-lagu atau gending yang digunakan pada
pertunjukan Ludruk diantaranya adalah, kecuali :
a. Parianyar b. Beskalan c. Kaloagan d.
Jula-juli e. Sumringah
21.
Gambuh merupakan teater
tradisional yang paling tua di Bali dan diperkirakan berasal dari abad ke :
a.
16 b. 17 c. 18. d.
19 e. 20
22.
Kebanyakan lakon yang
dimainkan gambuh diambil dari struktur cerita:
a.
Rakyat b. Ramayana c. Panji d.
Agama e. Mahabarata
23.
Arja merupakan jenis teater
tradisional yang bersifat kerakyatan, dan terdapat di daerah :
a.
Bali b.
Madura c. Betawi d. Banten e. Yogyakarta
24.
Unsur –unsur utama teater
diantaranya adalah, kecuali :
a.
Naskah lakon b. Sutradara c. Pemain
d. Panggung e.
penonton.
25.
Untuk mendukung unsur pokok
pertunjukan teater diperlukan unsur
............... yang memberikan keindahan dan mempertegas makna lakon.
a.
Tata panggung b. Tata artistik c.
Sutradara
d. Penonton e.
Semuanya benar
26.
Cerita yang
merupakan bentuk tertulis dari cerita drama yang baru akan menjadi karya
teater disebut :
a.
Naskah b. Naskah Lakon c.
Lakon d. Skenario e. Pentas
27.
Komponen-komponen teater terdiri
dari :
a.
Naskah, pemain, dan tata artistik
b.
Sutradara, pemain, dan tata artistik
c.
Sutradara, pemain, dan panggung
d.
Sutradara, panggung, dan tata
artistik
e.
Sutradara, pemain, dan penonton
28.
Naskah lakon sebagaimana karya
sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas yaitu, kecuali:
a.
Tema b. Plot c. Setting d. Tokoh e.
Sutradara
29.
Urutan yang benar dari struktur
dramatik yang di rumuskan oleh Aristoteles yaitu:
a.
eksposisi (pemaparan), komplikasi,
klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi (catastrope).
b.
Komplikasi,eksposisi (pemaparan),
klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi (catastrope)
c.
Komplikasi, eksposisi (pemaparan),
anti klimaks atau resolusi,klimaks, dan konklusi (catastrope)
d.
konklusi (catastrope),
Komplikasi, eksposisi (pemaparan), anti klimaks atau resolusi, dan klimaks
e.
konklusi (catastrope),
Komplikasi, anti klimaks atau resolusi, dan klimaks, eksposisi (pemaparan)
30.
Di Indonesia penanggung jawab proses
transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah :
a.
Pemain b. Penulis naskah c. Penata artistik
d. Sutradara e. Penonton
31.
Yang merupakan pimpinan utama kerja
kolektif sebuah teater dan baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan
oleh kerja :
a.
Pemain b. Penulis naskah c. Penata artistik
d. Sutradara e.
Asisten sutradara
32.
Sebagai pimpinan, sutradara selain
bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga
harus bertanggung jawab terhadap:
a.
Penonton. b. Penulis naskah c. Penata artistik
d. Pemain e.
Asisten sutradara
33.
Ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya
diantaranya, kecuali :
5.
Sutradara
konseptor b. Sutradara diktator c.Sutradara
koordinator
d.
Sutradara paternalis e.
Sutradara provokator
34. Sutradara yang menentukan pokok penafsiran dan menyarankan
konsep penafsiranya kepada pemain. Serta pemain dibiarkan mengembangkan konsep
itu secara kreatif, termasuk tipe sutradara :
a.
Konseptor b. Diktator c.Koordinator d. Paternalis e.
Provokator
35.
Sutradara
yang mengharapkan pemain dicetak seperti
dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah dan pemain dibentuk
menjadi robot – robot yang tetap buta tuli, termasuk tipe sutradara :
a.
Konseptor b. Diktator c.Koordinator d. Paternalis e.
Provokator
36. Sutradara yang menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas
yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya, termasuk tipe
sutradara :
a.
Konseptor b. Diktator c.Koordinator d. Paternalis e.
Provokator
37. Sutradara yang bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu
bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya dan pemain adalah cantrik yang
harus setia kepada sutradara, termasuk tipe sutradara :
a.
Konseptor b. Diktator c.Koordinator d. Paternalis e.
Provokator
38. Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah :
a.
Pujian b.
Kritikan c. Keuntungan
d. Panggung e. Penonton
39. Unsur artistik teater meliputi :
a.
Tata panggung
b.
Tata busana dan tata rias
c.
Tata cahaya
d.
Tata suara dan tata musik
e.
Semuanya benar
40. Pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan
berlangsung dan tujuannya tidak sekedar
supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dan suasana panggung adalah tujuan dari :
a.
Tata panggung b. Tata busana c. Tata cahaya
d.
Tata suara e.
Tata musik
41. Pengaturan pencahayaan di daerah sekitar panggung yang
fungsinya untuk menghidupkan permainan dan dan suasana lakon yang dibawakan,
sehingga menimbulkan suasana istimewa adalah tujuan dari :
a.
Tata panggung b. Tata busana c. Tata cahaya
d.
Tata suara e.
Tata musik
42. Pengaturan musik yang mengiringi pementasan teater yang
berguna untuk memberi penekanan pada suasana permainan dan mengiringi
pergantian babak dan adeganadalah tujuan dari :
a.
Tata panggung b. Tata busana c. Tata cahaya
d. Tata suara e. Tata musik
43. Pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai
macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musikadalah tujuan
dari :
a.
Tata panggung b. Tata busana c. Tata cahaya
d. Tata suara e. Tata musik
44. Pengaturan untuk menonjolkan watak peran yang dimainkan, dan
bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton
adalah tujuan dari :
a.
Tata panggung b. Tata busana c. Tata cahaya
d. Tata suara e. Tata rias
45. Amanat-amanat dalam suatu cerita (naskah lakon) yang dipertunjukkan disebut :
a.
Nilai jual b. Nilai pendidikan c. Nilai religius
d. Nilai moral e. Nilai estetika
46. Unsur artistik teater meliputi :
a.
Tata
panggung b. Tata busana
dan tata rias
c. Tata cahaya d.
Tata suara dan tata musik e. Semuanya
benar
47. Pengaturan pemandangan di panggung
selama pementasan berlangsung dan tujuannya
tidak sekedar supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga
menghidupkan pemeranan dan suasana panggung adalah tujuan dari :
a.
Tata panggung b.
Tata busana c. Tata
cahaya
d. Tata suara e.
Tata musik
48. Amanat-amanat
dalam suatu cerita (naskah lakon) yang dipertunjukkan disebut :
a.
Nilai
jual b.
Nilai pendidikan c. Nilai
religius
d. Nilai
moral e. Nilai estetika
49. Dalam melakukan olah tubuh ada beberapa bentuk yang
dapat dilakukan, yaitu; kecuali :
a.
Senam
dan latihan tari b. latihan konsentrasi c.
latihan silat
d. latihan renang e. Betul
semua
50. Seorang pemain teater tubuh
merupakan bahasa yang :
a.
Inti
b. Utama c. Selingan d. Dialog e.
Ringan
51. Dengan menggerakkan seluruh tubuh
secara teratur akan memudahkan kita memainkan tubuh kita dengan baik
sesuai .......... yang akan diperankan :
a.
Casting
b. Aktor c. Peran d. Tokoh e.
Kebutuhan
52. Agar tubuh kuat, lentur dan menarik
dalam mengekspresikan diri diperlukan beberapa tehnik diantaranya, kecuali :
a.
Latihan
tari b. Latihan renang c.
Latihan Silat
d. Latihan Pernafasan e. Semadi
53. seorang pemeran akan mengenal gerak
berirama mangatur waktu yaitu dengan melakukan latihan :
a.
Latihan tari b.
Latihan renang c. Latihan
Silat
d. Latihan
Pernafasan e. Semadi
54. Pemeran akan mengenal diri, percaya diri, kekuatan dan kelenturan akan didapatkan yaitu dengan melakukan
latihan :
a.
Latihan
tari b. Latihan renang c. Latihan Silat
d. Latihan Pernafasan e. Semadi
55. Seorang pemain hendaknya intelegen,
cerdik, cendikia, dan tangkas. Itu bisa dimiliki apabila terlatih dalam
menggunakan akal. Akal adalah tenaga ............. yang paling tinggi :
a.
Utama b. Ringan c. Dalam d.
Rohani e. Jasmani
56. Latihan membaca situasi dan olah
raga merupakan dua hal yang mendasar dalam olah .......
a.
Tubuh b. Vokal c. Pikir/sukma d. Raga e. Rasa
57. Latihan olah sukma meliputi kegiatan-kegiatan yang mengasah
kepekaan pancaindera, diantaranya, kecuali :
a.
Pendengaran b. Penciuman c. Peraba
d. Penglihatan e.
Pengucapan
58. Tindakan kr:eatif berupa pengandaian
dari tiada menjadi seperti ada disebut :
a.
Melamun b.
Mengkhayal c. Imajinasi d. Berpikir e. Merenung
59. Gerak raga seperti melangkah,
bloking (komposisi atau perpindahan pemain di pentas) disebut gerak :
a.
Kecil
b. Menengah c. Besar d. Sedang e. Tinggi
60. Aktor harus mampu melakukan akting
dan memiliki karakter yang berbeda dalam setiap perannya. Hal tersebut dapat
dicapai jika pada setiap kesempatan mendapatkan peran dan ia meninjau nilai kemanusiaan tokoh yang akan
diperankannya. Tinjauan nilai kemanusiaan ini sekurang-kurangnya dilihat dari 4
aspek yaitu, kecuali :
a.
Historis b. Sosiologis c. psikologis
d. filosofis e. Kronologis
61. Adapun ukuran bagus jeleknya suara
vokal terletak pada kuat tidaknya serta jelas tidaknya suara itu diproduksi
lewat :
a.
Mulut b.
Bibir c. Gigi d. Pita suara e. Hidung
Selanjutnya